Monday, December 10, 2018

Napak Tilas Peristiwa G30s/PKI di Kediaman Jenderal Ahmad Yani

Museum Sasmita Loka Jenderal Ahmad Yani terletak di Jl. Lembang, Menteng, Jakarta Pusat. Museum ini dapat dikunjungi oleh umum pada jam operasional Selasa - Minggu pukul 8.00-16.00 WIB. Tidak dikenakan biaya apapun untuk masuk museum dan apabila kita ingin tahu lebih detail tentang sejarah disana, ada pemandu yang senantiasa menjelaskan tentang kronologi sejarah di rumah itu.

Sasmita Loka Jenderal Ahmad Yani

Jenderal Ahmad Yani merupakan sosok idola saya. Beliau adalah Pahlawan Revolusi yang gugur di depan mata anak-anaknya akibat hantaman 7 peluru yang dilayangkan oleh PKI. Pada saat itu beliau menjabat sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad) dan menentang keras ideologi komunis di Indonesia.
Jenderal Ahmad Yani
Sampai pada dini hari 1 Oktober 1965, segerombol Cakrabirawa mengepung rumahnya, mereka masuk lewat pintu belakang rumah. Kebetulan saat itu putra bungsu Jenderal Ahmad Yani, Eddy Yani, sedang terbangun mencari ibunya yang sedang tidak ada di rumah. Eddy sedang menanyakan keberadaan sang ibu pada Asisten Rumah Tangganya, mbok Milah, di dapur pada saat gerombolan Cakrabirawa masuk ke rumah melalui pintu belakang. Salah satu Cakrabirawa menanyakan keberadaan Jenderal Ahmad Yani yang sedang tertidur di kamarnya dan memerintahkan Mbok Milah untuk membangunkan beliau, namun Mbok Milah menolak karena tidak berani. Akhirnya Cakrabirawa tersebut menyuruh Eddy untuk membangunkan ayahnya. Eddy yang pada saat itu masih berusia 7 tahun pun menurut. Saat Jenderal A. Yani terbangun, Cakrabirawa tersebut menyampaikan bahwa beliau dipanggil oleh presiden karena situasi genting. Terjadi dialog singkat di depan ruang makan. Jend. A. Yani meminta untuk berganti pakaian terlebih dahulu tapi Cakrabirawa menolak dan membuat sang Jenderal naik pitam karena sikap lancangnya pada beliau, lalu memukul salah satu anggota Cakrabirawa itu dan langsung masuk ke ruang makan dan menutup pintu. Baru saja pintu tertutup, 7 peluru sudah ditembakan ke arah pintu dan menembus badan Jend. A.Yani. Dua dari peluru masih bersarang di tubuh beliau, 5 lainnya menembus tubuh beliau sehingga mengenai lukisan dan lemari. Putra beliau, Untung Yani, yang sedang tertidur pun langsung terbangun dan ingin memeluk ayahnya namun senjata Cakrabirawa mengancamnya untuk tidak mendekati ayahnya yang sudah terkulai bersimbah darah. Tubuh Jend. A. Yani pun diseret keluar lewat pintu belakang diikuti oleh 8 anaknya sampai akhirnya Cakrabirawa melemparkan tubuhnya ke mobil dan membawanya ke Lubang Buaya. Beliau gugur di depan mata anak-anaknya.

Di Museum ini, kita dapat menapak tilas peristiwa tersebut. Saat masuk ke museum saya mengisi buku tamu dan diperingatkan untuk tidak mengambil gambar di kamar tidur Jenderal Ahmad Yani, tidak jelas mengapa tapi sebagai pengunjung baiknya kita menghormati peraturan disana. Alas kaki pun wajib dibuka pada saat memasuki rumah. Kami masuk melalui pintu belakang, ruangan pertama dari pintu itu menampilkan foto-foto dokumentasi tragedi G30S/PKI. 

Ruang Dokumentasi

Ruang pakaian

Di sebelahnya terdapat ruangan yang berisikan pakaian-pakaian dinas Jend.A.Yani. Kemudian kita berjalan ke lorong yang melewati kamar mandi dan dapur sampai akhirnya tiba di ruang makan. Di pintu menuju ruang makan masih terdapat lubang bekas peluru yang menghantam Jend. A. Yani. Beberapa langkah dari pintu, kita dapat melihat di lantai, tempat Jend. A.Yani tergeletak karena tertembak. 

Bekas tembakan di pintu

Tempat Jenderal A.Yani tertembak



Di ruang makan terdapat meja makan dan dinding-dindingnya dihiasi oleh foto-foto dari ke-10 pahlawan revolusi juga foto pada saat Jend. A.Yani masih muda dan meniti karir. Ruang makan tersebut menyambung ke ruang tamu dimana disana terdapat koleksi-koleksi dan penghargaan prestasi beliau. 


Ruang Tamu


Di sebelah kiri dari ruang makan terdapat 3 kamar yang salah satunya kamar utama yang ditempati Jend. A.Yani. Dua kamar lainnya adalah kamar anak-anak beliau. Tepat di dinding depan pintu ruang makan terdapat lukisan Jend. Ahmad Yani. Dilukisan itu terselip dua buah lubang, yang satu di figura lukisan, satunya lagi di atas lukisan yang merobek lukisan itu. Lubang itu adalah bekas peluru yang menembus tubuh Jend. Ahmad Yani kemudian bersarang di lukisan sedangkan tiga peluru lainnya bersarang lemari dan dua lagi masih bersarang di tubuh beliau.

Bekas peluru di lukisan
Bekas peluru di lemari

Di rumah ini kita dapat membayangkan peristiwa kelam itu, seakan-akan kita diajak ke masa lalu. Sang pemandu museum dengan jelas menunjukkan dimana kronologi kejadian dari saat mulai pasukan Cakrabirawa masuk sampai tubuh Jend. Ahmad Yani diseret keluar. Dan barang-barang disini hampir semua tidak mengalami perubahan apapun dari semenjak rumah tersebut di diami oleh Jenderal Ahmad Yani dan keluarga, hanya foto-foto saja yang baru ditempel di dinding. Apabila kita beruntung kita dapat bertemu dengan bapak Eddy Yani, putra dari Jend.Ahmad Yani yang menjadi saksi hidup kematian ayahnya sendiri. Beliau masih sering berkunjung ke rumah ini dan menjamu pengunjung dengan cerita-ceritanya. Bapak Eddy bertutur apabila beliau senang jika ada pengunjung kesini berarti masih mau mengenang sosok sang ayah dan antusias mempelajari sejarah Indonesia.

Mobil Jenderal Ahmad Yani

Begitulah cerita saya di rumah Jenderal Ahmad Yani. Bagi saya kunjungan ini mengingatkan saya pada kekejaman PKI dan juga pentingnya kita mempelajari sejarah agar peristiwa seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi di tanah Indonesia.

Baca juga Museum Sasmita Loka Jenderal Besar A.H Nasution

No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komen agar saya bisa berkunjung balik :)