Thursday, November 15, 2018

My Unconditional Love, Micung (part 2)

Awalnya saya ga berniat sedikitpun untuk pelihara anjing. Saya merasa belum bisa bertanggung jawab untuk hidup dia dan takut melihat akhir hidupnya (pengalaman beberapa kali pelihara kucing, ga tega liat matinya). Tapi Micung ada di rumah saya yang mau tidak mau pasti kalo dia belum makan otomatis saya yg kasih makan karena kasian kalo harus nunggu anggota keluarga lain yang kasih makan. Dari semenjak itu Micung selalu mengikuti kemana saya pergi, bahkan saya di kamar kecilpun ditungguin. Saya tidurpun dia nunggu di bawah kasur saya.

Sampai pada saat dimana saya mengalami masalah keluarga. Saya terusir dari rumah dan harus tinggal di kamar sebelah rumah (yang pisah dari rumah). Kamar itu berukuran kira2 4mx3m tanpa kamar mandi. Saya tinggal berdua dengan Micung disitu, cuma Micung yang setia menemani saya tinggal di ruangan itu yang lain seolah2 tidak mau peduli. Saya harus ikut tetangga atau sodara yang tinggal di dekat saya untuk sekedar numpang ke kamar mandi atau ke kamar kecil.

Micung

Waktu itu saya memikirkan kebahagiaan Micung yang harus tinggal di kamar sekecil itu, tidak ada tempat bermain. Saya harus mengantar dia pup/pee di luar, tiap pagi saya ajak dia jalan2 agar dia tidak jenuh. Dia tidak bahagia hidup dengan saya tp dia mau tetap bersama saya.

Setiap saya merasa sedih karena kondisi saya, saya malah termotivasi oleh hidupnya Micung yang ditinggalkan oleh keluarga sebelumnya tp tidak menyerah untuk hidup dan tidak mendendam. Tetap menjalani hidup sampai akhirnya bertemu saya. Maka dari itu saya ga mau sampai buang apalagi ninggalin Micung. No, no!! Tidak segampang itu!! Sudah suka duka dihadapi bersama kita ya, Cung!!😊

Saya dan Micung bagai 2 batang kara yang menyatu jd satu. Akhirnya kami membentuk keluarga baru. Biarpun anggotanya baru saya dan Micung waktu itu tapi benar2 kami menghadapi cobaan hidup berdua, tepatnya cobaan hidup saya dan Micung yang selalu setia menemani dalam setiap keadaan saya. Pernah suatu kali kondisi saya sangat dibawah sampai saya tidak punya uang sekali untuk membeli makanan dan kami menahan rasa lapar berdua. Saya tau Micung lapar, tapi yang dia lakukan hanya tidur sebelah saya. Saat saya mendapat rezeki, kamipun segera menikmatinya bersama. (Kebiasaan itu akhirnya dilakukan sampai sekarang, kalau makan jatah saya pasti bagi2 buat Micung juga) dan Micungpun nyatanya tidak mau meninggalkan saya walaupun kondisi saya bukan orang kaya yang mampu membelikan segala makanan enak buat dia.

Sampai pada tahun 2016 kami pindah rumah, hooreee...!! Walaupun rumah sekarang tidak terlalu bagus dan banyak PRnya, tapi setidaknya kami bebas lari2, kalau mau ke kamar kecilpun tidak usah ganggu sodara/tetangga lagi. Kami tidak lantas lepas dari masalah begitu saja, tapi setidaknya kami bisa lega dan mensyukuri hal-hal yang dulu luput dari penglihatan kami.

No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komen agar saya bisa berkunjung balik :)